Graha Tumapel UM Jadi Ajang Pameran Budaya Tiongkok–Indonesia

Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat pameran seni Indonesia - Tiongkok, Jumat (24/10/2025) (blok-a/Bob Bimantara Leander)
Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat pameran seni Indonesia - Tiongkok, Jumat (24/10/2025) (blok-a/Bob Bimantara Leander)

Kota Malang, blok-a.com – Hubungan budaya antara Indonesia dan Tiongkok dirayakan lewat pameran bertajuk Pameran Lukis, Kaligrafi, Fotografi Tiongkok–Indonesia yang digelar di Graha Tumapel, Universitas Negeri Malang (UM), Jumat (24/10/2025).

Pameran ini digelar dalam rangka memperingati 75 tahun hubungan diplomatik Indonesia–Tiongkok, sekaligus bertepatan dengan Hari Nasional Tiongkok dan peringatan 620 tahun kunjungan pertama Laksamana Cheng Ho ke Indonesia.

Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat, yang hadir dalam pembukaan pameran, menyebut kegiatan ini menjadi simbol kuat hubungan kebudayaan antara dua negara.

“Ini menunjukkan hubungan budaya antara Tiongkok dan Indonesia. Karya yang ditampilkan koleksi dari museum di China dan dibawa ke sini untuk dipamerkan,” ujar Wahyu.

Menurutnya, berbagai karya yang ditampilkan dalam pameran ini menggambarkan eratnya kerja sama dua bangsa di bidang seni dan ilmu pengetahuan. Salah satu karya yang paling menarik perhatiannya adalah lukisan tokoh Konfusius.

“Saya pikir gambar Konfusius itu yang paling berkesan. Gambar itu melambangkan ilmu pengetahuan,” tambahnya.

Sementara itu, Direktur Pusat Bahasa Mandarin UM, Sari Karmina, menjelaskan bahwa kegiatan ini digelar bekerja sama dengan pemerintah Tiongkok dan berbagai Confucius Institute di Indonesia.

“Kegiatan hari ini memperingati kerja sama diplomatik Indonesia dan Tiongkok selama 75 tahun, sekaligus Hari Nasional Tiongkok. Kami juga mengenang kedatangan pertama Cheng Ho sekitar 620 tahun lalu,” jelas Sari.

Pameran menampilkan 40 foto dan 88 karya kaligrafi yang dikirim langsung dari museum dan lembaga pemerintah Tiongkok. Beberapa foto menggambarkan momen penting dalam sejarah hubungan Asia-Afrika, termasuk Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung tahun 1955.

“Kaligrafi yang dipamerkan ini berasal dari pemerintah Tiongkok dan berbagai museum di sana. Sebagian besar merupakan karya lama yang punya nilai sejarah tinggi,” tutur Sari.

Sebelum digelar di UM, pameran serupa sudah berlangsung di sembilan Pusat Bahasa Mandarin di Indonesia, termasuk di Universitas Al-Azhar Jakarta, Maranatha Bandung, Unesa Surabaya, dan Udayana Bali.

“UM menjadi lokasi terakhir dari rangkaian pameran ini. Pameran berlangsung selama dua hari, hari ini dan besok,” pungkasnya. (bob)