Kota Malang, blok-a.com – Pemerintah Kota (Pemkot) Malang memastikan akan menyesuaikan kebijakan terkait perubahan Upah Minimum Kota (UMK) tahun 2025. Dalam Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 100.3.3.1/771/013/2025, nilai UMK Kota Malang ditetapkan naik menjadi Rp3.524.238 dari sebelumnya Rp3.507.693, atau naik sebesar Rp16.545.
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Disnaker-PMPTSP) Kota Malang, Arif Tri Sastyawan, mengatakan pihaknya telah menerima salinan keputusan gubernur tersebut. Pemkot Malang akan segera menggelar rapat tiga pihak yang melibatkan pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja.
“Kami akan rapatkan pada Senin. Hasil rapat akan kami laporkan ke Wali Kota, lalu dibuatlah surat edaran,” ujar Arif, Kamis (23/10/2025).
Arif berharap para pelaku usaha dapat mematuhi keputusan kenaikan UMK ini. Di sisi lain, ia juga mengimbau serikat pekerja agar bisa menerima hasil penetapan tersebut.
Berdasarkan data Pemprov Jatim, Kota Malang kini menempati posisi ketujuh dari 38 daerah dengan UMK tertinggi di Jawa Timur. Arif menyebut capaian itu menandakan bahwa kondisi perekonomian daerah sudah cukup stabil.
“Kenaikan UMK ini sudah melalui mekanisme yang berlaku. Kami menjaga agar tidak terlalu tinggi supaya pengusaha tidak keberatan. Jangan sampai ada PHK karena kenaikan upah,” tegasnya.
Ia menambahkan, forum Dewan Pengupahan Tripartit akan menjadi wadah untuk membahas persoalan antara pengusaha dan pekerja, agar tidak menimbulkan gejolak di lapangan.
“Kalau ada masalah, kami bahas dulu di forum Tripartit. Keluhan dari pengusaha dan pekerja kami tampung supaya kondusifitas di Kota Malang tetap terjaga,” katanya.
Arif juga menegaskan bahwa UMK merupakan batas gaji minimal, bukan standar tetap bagi seluruh pekerja. Ia mengakui, banyak perusahaan di Kota Malang yang sudah menggaji karyawan di atas nilai UMK.
“Kalau sudah tinggi, jangan diturunkan. Jadi ini hanya batas minimal. Harapannya semua pihak bisa menerima keputusan ini dengan baik,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kota Malang, Suhirno, menyoroti pelaksanaan kebijakan upah di tingkat daerah. Menurutnya, penetapan UMK di Jawa Timur sering kali tidak konsisten dengan formula nasional yang menetapkan kenaikan sebesar 6,5 persen.
“Masalahnya karena gubernur sering mengubah rekomendasi kepala daerah. Dulu kami survei kebutuhan hidup layak dan perhitungan ekonomi, tapi sekarang banyak bergeser,” ujarnya.
Ia menilai, kebijakan yang tidak konsisten berpotensi merugikan pekerja di tengah kenaikan harga kebutuhan pokok.
“Kalau kebijakan tidak konsisten, yang dirugikan tetap buruh. Pemerintah harus tegas dan patuh pada aturan yang sudah dibuat,” tegasnya. (bob)








