Kota Malang, blok-a.com – Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Malang telah mengirimkan proposal permohonan subsidi ke Pemerintah Pusat. Tujuannya adalah untuk memperbaiki angkot di Kota Malang agar lebih baik dan terjangkau.
Kepala Dishub Kota Malang, Widjaja Saleh Putra, menyatakan bahwa proposal ini dikirim awal Juni 2024 lalu. ia menjelaskan bahwa dalam proposal tersebut tidak ada angka pasti mengenai anggaran subsidi yang diperlukan.
“Ini masih dalam tahap perencanaan. Kami ingin transportasi publik di Kota Malang lebih baik sehingga masyarakat senang,” kata Widjaja.
Ia juga menyebutkan bahwa Pemkot Malang ingin membuat angkot yang nyaman dan bisa mengurangi kemacetan. Dengan dana subsidi, Pemkot Malang berencana memperbaiki kondisi angkutan kota agar lebih nyaman untuk penumpang.
Selain itu, jadwal keberangkatan angkutan juga akan diatur lebih baik supaya tidak ada yang menunggu terlalu lama.
Angkutan kota yang ada sekarang menjadi solusi realistis untuk harapan transportasi publik yang baik. Setelah mengirimkan proposal subsidi, Dishub Kota Malang akan berbicara dengan para sopir tentang rencana ini.
“Pekan depan kami jadwalkan berbicara dengan para sopir terkait rencana ini,” terang Widjaja.
Dishub Kota Malang sendiri telah melakukan studi banding ke Kota Palembang dan Surakarta terkait transportasi publik murah, bahkan gratis. Di Palembang, Widjaja melihat pengoperasian LRT dan bus sedang yang gratis untuk publik.
Sedangkan di Surakarta, ia melihat bagaimana pemerintah daerah memanfaatkan kendaraan yang ada untuk transportasi publik.
Dalam hal ini, Dishub Kota Malang telah mengkaji kondisi jalanan di kota ini yang tidak terlalu lebar. Oleh sebab itu, bus besar tidak cocok.
“LRT dan bus tidak mungkin untuk Malang. LRT itu mahal dan butuh bangun jalannya. Di Palembang, LRT dibangun saat Asian Games 2018,” ujar Widjaja.
Widjaja menyebut, Dishub Kota Malang berencana meniru model transportasi publik seperti di Surakarta.
Pemkot Surakarta memperbaiki kendaraan yang ada sehingga nyaman untuk penumpang. Rencana ini termasuk memasang pendingin ruangan dan GPS pada angkutan kota.
“Berdasarkan pengalaman Surakarta, butuh waktu dua tahun untuk meyakinkan publik kembali naik angkutan umum,” tambah Widjaja.