Blitar, blok-a.com – Pemilihan kepala daerah 2024 tinggal beberapa bulan lagi. Suhu politik pun semakin menghangat, demikian halnya di Kota Blitar.
Hingga saat ini belum ada satu bakal calon Wali Kota dan bakal calon Wakil Wali Kota Blitar yang sudah mengantongi rekomendasi dari partai politik pengusung.
Numun yang saat ini ramai dibicarakan masyarakat Kota Blitar hanya sebatas Surat Tugas.
Salah satu bakal calon Wali Kota Blitar yang sudah mendapatkan surat tugas hanyalah Bambang Rianto atau akrab disapa Bambang Kawit atau pak B dari PDI Perjuangan.
Dari isu yang berkembang, PDI Perjuangan mempunyai dua bakal calon Wali Kota Blitar yaitu Hengky Kurniawan dan Bambang Rianto.
Dengan situasi politik Kota Blitar yang masih belum menentu tersebut, memunculkan isu bahwa nanti Pilwali Kota Blitar pada November 2024 mendatang, hanya ada calon tunggal.
Menanggapi adanya isu calon tunggal Pilwali Kota Blitar tersebut, aktivis anti korupsi Mohammad Trijanto mengatakan, bahwa proses demokrasi yang ada di Kota Blitar ini akan menjadi menghangat secara politik. Karena menjelang tahapan pendaftaran, masih belum ada calon yang memang benar-benar mendapatkan rekomendasi dari partai pengusung.
“Hingga saat ini, masih belum ada partai politik yang benar-benar memberikan rekomendasi kepada calon yang diusungnya untuk maju pada pilkada Kota Blitar,” kata Mohammad Trijanto, Sabtu (13/07/2024).
Dalam proses demokrasi ini, menurut Trijanto, partai politik pemenang pemilu terkesan elitis dan bersifat tertutup dalam penjaringan calon yang diusungnya.
“Hal ini merupakan degradasi moral politik. Di mana seharusnya partai politik yang menjadi cerminan keterwakilan demokrasi untuk masyarakat tidak lebih menjadi alat tujuan bagi segelintir orang,” ujarnya.
Trijanto menandaskan, setiap partai politik seharusnya bisa menggunakan cara elegan dan demokratis dalam penjaringan calon yang diusungnya. Salah satunya dengan menggelar mimbar bebas yang bisa disaksikan oleh semua orang.
Dari mimbar bebas tersebut, partai pilitik dalam hal ini DPP bisa menilai kapasitas setiap calon yang ikut penjaringan di partainya.
“Salah satu tolok ukur dalam penjaringan calon setiap partai, salah satunya bisa memakai mimbar bebas yang dilihat oleh masyarakat. Sehingga terlihat kapasitas dan kapabilitas visi misi yang disampaikan serta respon tanggapan masyarakat. Tidak hanya mengandalkan lobi lobi tertutup di Jakarta,” tandasnya.
Trijanto menegaskan, meskipun skema pilkada dengan bumbung kosong itu diperbolehkan, namun kalau bumbung kosong itu terjadi di Kota Blitar, hal tersebut merupakan preseden buruk dalam dinamika demokrasi.
“Kalau benar skema bumbung kosong, yang terjadi bukan pesta demokrasi rakyat, tetapi pesta elit politik,” tegasnya.
Ditambahkannya, Kota Blitar tidak kekurangan tokoh, namun sayangnya banyak tokoh yang tidak dekat pemilik modal untuk menopang operasional proses Pilwali Kota Blitar yang berpotensi sangat pragmatis.
“Percuma diadakan pemilukada 2024 yang habiskan anggaran sekitar 25 miliar, kalau ujung ujungnya cuma bumbung kosong. Masak mufakat dulu antar elit parpol dalam menentukan pemenang, lalu seakan-akan terjadi musyawarah melalui pemilihan kepala daerah, praktek demokrasi sepertinya terdegradasi oleh kepentingan elit,” imbuhnya.
Ketua Komite Rakyat Pemberantas Korupsi (KRPP) yang juga bacalon Wali Kota Blitar tersebut menyampaikan, bahwa Pilkada saat ini terkesan elitis dan lobi tertutup tanpa memperhatikan kapasitas, kapabilitas dan track record setiap calon yang akan tampil dalam pilkada Kota Blitar.
“Kalau seperti ini, diragukan dapat mengawal dan mewujudkan demokrasi Kota Blitar,” jelasnya.
Pria yang pernah mencalonkan DPD dari Jawa Timur ini berharap, agar para elit politik mempertimbangkan baik-baik suara rakyat, bagaimana rekam jejak dan gagasannya selama ini.
“Apa sukses story para calon yang selama ini pernah diukir. Dan yang paling penting tidak sedang tersandera dengan potensi-potensi kasus dugaan tindak pidana korupsi di masa lalu,” tandasnya. (jar/lio)