Blok-a.com – Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau dikenal luas sebagai Gus Baha membagikan pandangannya tentang pentingnya seni dalam penerapan amar ma’ruf nahi munkar.
Amar ma’ruf nahi munkar sendiri berarti menegakkan yang benar dan melarang yang salah. Hal ini ia ungkapkan dalam sebuah video YouTube yang diunggah oleh akun YouTube Universitas Gadjah Mada.
Dalam pandangannya, hal ini bertujuan agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai tanpa menimbulkan ketidaknyamanan atau perasaan tersinggung dari pihak manapun.
“Dalam amar ma’ruf nahi munkar perlu disertai seni mengelola dengan baik. Hal itu bertujuan agar maksud bisa tercapai tanpa ada pihak yang merasa tidak nyaman atau tersinggung,” ujar Gus Baha.
Dalam sebuah dialog kebangsaan yang diselenggarakan menyongsong bulan Ramadan, Gus Baha menekankan pentingnya memelihara persatuan Indonesia.
Dia mengungkapkan kekhawatirannya bahwa praktik amar ma’ruf nahi munkar seringkali kehilangan seni dalam menyelesaikan masalah, yang akhirnya justru menimbulkan konflik baru.
“Masalah sekarang adalah amar ma’ruf nahi munkar sudah kehilangan seni menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah baru,” jelasnya.
Menurut Gus Baha, demi kebaikan bersama dan masyarakat, penyelesaian masalah sosial terkadang lebih tepat tanpa mengadili atau mendiskreditkan pihak-pihak yang terlibat. Langkah konkret yang disarankan adalah melalui komunikasi yang terbuka dan mempertimbangkan berbagai sudut pandang.
“Banyak cerita di literatur yang saya baca, tidak semua masalah, kemunkaran, maksiat atau apapun itu diselesaikan dengan mempermalukan di depan umum, pidato berapi-api, memojokkan sana sini,” jelas ulama asal Narukan, Rembang, Jawa Tengah ini.
Dia juga mengutip pengalaman dari literatur bahwa tidak semua masalah diselesaikan dengan cara mempermalukan di depan umum atau memojokkan pihak tertentu.
Gus Baha juga menyoroti pendekatan yang diambil oleh para nabi, ulama, dan tokoh bangsa terdahulu dalam menyelesaikan konflik.
“Dalam tafsir Al-Qurtubi dijelaskan, ketika terjadi sengketa, Sayyidina Umar mempersilakan penyelesaian masalah dikembalikan ke pihak yang bersengketa. Mana tahu, mereka yang bersengketa sebenarnya punya solusinya dengan kearifan masing-masing,” ungkapnya.
Dalam konteks Indonesia, Gus Baha mengungkapkan bahwa penyelesaian masalah seringkali melibatkan proses mediasi dan dialog.
Contohnya, dalam kasus perceraian, terdapat mediasi sebelum masuk ke proses hukum formal. Begitu juga dalam kasus anak yang berhadapan dengan hukum, pendekatan yang diambil adalah memastikan bahwa anak tersebut tetap bisa melanjutkan pendidikannya.
Dia menambahkan bahwa tidak semua masalah sosial harus diselesaikan melalui proses hukum formal atau pengadilan.
Terkadang, cara penyelesaian yang diambil dapat bersifat lokal dan keluarga. Gus Baha menegaskan bahwa tidak semua masalah harus diselesaikan dengan marah, teguran, atau melalui proses hukum formal. (art/bob)