Kota Malang, blok-a.com – Menjelang akan datangnya musim penghujan, Badan Penanggulang Bencana Daerah (BPBD) Kota Malang menyoroti potensi bencana yang semakin meningkat, salah satunya bencana tanah longsor yang kerap menimbulkan kerugian materil hingga immaterial.
Kepala BPBD Kota Malang, Prayitno menyampaikan, peta wilayah-wilayah di Kota Malang yang rawan longsor akan didetailkan pada 2024 nanti.
Jumlah rumah atau hunian yang berada di wilayah rawan tanah longsor bakal masuk dalam list peta tanah longsor BPBD Kota Malang. Serta pemetaan akan dilakukan mulai dari tingkat kelurahan, RW, hingga RT.
“Nanti bisa diketahui, di satu kecamatan berapa kelurahan atau RT yang rawan bencana longsor. Kemudian datanya diharapkan bisa menyentuh titik rumahnya di mana, bisa by name dan by address,” kata Prayitno kepada blok-a.com, Rabu (15/11/2023) sore.
Diungkapkan Prayitno, sepanjang Sungai Brantas merupakan daerah rawan terjadinya longsor. Namun pihaknya membutuhkan informasi lebih detail dan terbaru, daerah mana saja yang membutuhkan perhatian dan mitigasi ekstra.
Maka dari itu, BPBD Kota Malang sudah merencanakan untuk memetakan titik mana saja yang rawan tanah longsor dengan data yang lengkap.
“Kami belanjakan lewat jasa konsultasikan di perguruan tinggi untuk memperbarui data (rawan longsor). Nanti saya minta menampilkan sekaligus kecamatan yang rawan, kelurahan ini, RT sekian, RW sekian, rumah yang terancam ambrol ini, itu nanti saya minta konsultasi detail begitu. Saya minta semacam infografis,” ungkapnya.
Sebelumnya, peta rawan bencana longsor yang dimiliki BPBD hanya memuat informasi secara umum.
Belum ada data jumlah rumah yang berdiri di daerah rawan longsor. Misalnya di Kecamatan Kedungkandang. Di sana ada tiga kelurahan yang rawan longsor. Tiga kelurahan itu adalah Mergosono, Kotalama, dan Madyopuro.
Sementara di Kecamatan Blimbing, ada Kelurahan Balearjosari, Pandanganwangi, dan Purwodadi.
”Dari data yang baru nanti, kemungkinan titik rawan longsor bisa saja bertambah. Sehingga perlu ada pembaruan dan kami ingin yang ini lebih detail lagi,” imbuhnya.
Menurut dia, kebutuhan terhadap kajian risiko longsor ini sudah cukup mendesak. Namun demikian karena waktu anggaran yang sudah mepet, maka baru bisa diwujudkan pada tahun mendatang.
“Nanti pekerjaan sekaligus surveinya itu butuh kurang lebih 3 bulanan. Untuk belanja konsultasi itu ya butuh sekitar Rp 100 juta hingga Rp 120 juta,” sebut Prayitno.
Di tahun ini, Prayitno sedikit bersyukur karena jumlah kejadian bencana sepanjang tahun ini relatif lebih sedikit dibandingkan tahun sebelumnya. Jika pada 2022 lalu ada sebanyak 479 kejadian bencana, pada tahun ini hingga Nopember kemarin tercatat 211 kejadian bencana.
Prayitno menambahkan, pihaknya bakal bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk menyusun kajian itu.
”Biasanya kami menggandeng UB. Waktu pemetaan kurang lebih tiga bulan. Kalau sekarang sudah tidak bisa, baru bisa dilakukan tahun depan,” jelasnya.
Di tempat lain, Sekretaris Komisi D DPRD Kota Malang Ahmad Fuad Rahman mendukung pemetaan yang dilakukan BPBD itu. Menurutnya, pemetaan yang lebih detail bakal mendukung upaya mitigasi bencana.
”Nanti juga harus ada tindak lanjutnya bagaimana. Apakah warga yang berada di area rawan longsor perlu dipindah atau bagaimana. Itu juga perlu dipikirkan oleh Pemkot Malang,” pungkasnya. (mg1/bob)