Komisi D DPRD Kota Malang Ungkap Penyebab dan Strategi Atasi Angka Putus Sekolah

Komisi D DPRD Kota Malang Ungkap Penyebab dan Strategi Atasi Angka Putus Sekolah
Ilustrasi kegiatan belajar mengajar di SD di Kota Malang (blok-a/Bob Bimantara Leander)

Kota Malang, blok-a.com – Angka Putus Sekolah di Kota Malang memiliki tren naik. Berdasarkan data dari BPS Kota Malang, terjadi peningkatan angka putus sekolah di Kota Malang periode 2021 hingga 2023.

Dari data yang dilansir BPS Kota Malang, terdapat peningkatan di kelompok usia 16 sampai 18 tahun dimana angka putus sekolah meningkat dari 15,70 persen pada tahun 2021 menjadi 19,10 persen di tahun 2023. Sementara di kelompok usia 13 sampai 15 tahun angka putus sekolah memang sempat turun dari tahun 2021 di angka 3,39 persen menjadi 0 persen pada tahun 2022, namun naik kembali 1,46 persen di tahun 2023.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi D DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita menjelaskan, tingginya angka putus sekolah di Kota Malang itu diduga karena mindset yang menganggap sekolah tidak penting. Selain itu juga kemungkinan angka putus sekolah itu ada karena masalah finansial dan keluarga.

Untuk itu, politikus PDIP itu bakal menganalisa penyebab siswa memutuskan untuk berhenti sekolah di Kota Malang.

“Kami akan lakukan pemetaan terlebih dahulu apa alasannya. Alasannya banyak dari peserta didik itu sendiri, bisa dari keluarga, dari lingkungan dan finansial. Baru kita bisa mengkonsep strategi dan kebijakannya seperti apa,” ujar Amithya, saat dikonfirmasi awak media, Sabtu (23/3/2024).

Amithya juga menjelaskan, angka putus sekolah ini solusinya bukanlah sekadar menambah sekolah. Perlu solusi lainnya yang harus dilakukan pemerintah. Dia menilai Pemkot Malang seharusnya fokus untuk memastikan bantuan seperti beasiswa tepat sasaran. Tak hanya itu, penanaman pemahaman bahwa pendidikan ke jenjang lebih tinggi itu juga penting ke masayarakat.

“Yang mana ini tidak bisa ditangani oleh Dinas Pendidikan saja, tetapi barang kali dari psikologi orang tua dan peserta didik. Sehingga melibatkan mungkin butuhnya konsultasi, atau peningkatan kapasitas,” tambahnya.

Dia menambahkan, sebenarnya faktor ekonomi atau finansial ini bukanlah faktor utama kenapa siswa memutuskan untuk putus sekolah. Amithya menilai, masalah finansial tidak selalu karena keluarga tidak memiliki dana. Kadang dana itu ada, namun prioritas dana ini tidak untuk pendidikan,

“Nah untuk itu kita akan evaluasi kembali beasiswa tepat sasaran. Karena angka putus sekolah itu lebih banyak dari peserta didik itu sendiri. Mindset yang menganggap sekolah itu tidak penting,” tutupnya. (bob)

Kirim pesan
Butuh bantuan?
Hai, apa kabar?
Apa yang bisa kami bantu?