Kota Malang, blok-a.com – Baru-baru ini viral sebuah video TikTok dari akun @Agos Gemoy yang menceritakan bahwa ia disomasi oleh salah satu partai peserta Pemilu 2024 karena dirinya mengunggah sebuah video sedang menggosok stiker salah satu Caleg yang diusung oleh sebuah partai dari kaca rumahnya.
Sang pemilik akun yang tinggal di Lumajang disebut dituntut untuk menghapus video penggosokan stiker peserta Pemilu 2024 yang telah ia lakukan, dan mengunggah video permintaan maaf atas apa yang telah dia lakukan.
Hal ini memantik reaksi para netizen yang geram dengan respon partai pengusung caleg tersebut, karena dianggap seenaknya sendiri mengusik aset pribadi orang lain dan menyuarakan dukungan kepada Agos Gemoy dalam kolom komentar video TikToknya.
Lalu, bagaimana sebenarnya seharusnya kita menanggapi kejadian ini? Bagaimana jika yang dialami oleh Agos Gemoy dialami pula oleh warga Kota Malang?
Muhammad Toyib, Anggota KPU Divisi Sosdiklih, Parmas, dan SDM Kota Malang menegaskan, warga Kota Malang berhak menghapus APK stiker atau banner Caleg Pemilu 2024 jika terpasang di aset pribadi.
Dia menyebut, pemasangan APK berupa stiker atau banner itu harus ada izin jika dipasang di aset pribadi.
Hal ini ia ungkapkan saat diwawancara oleh Blok-a.com di Kantor KPU Malang pada Rabu 6 Desember 2023.
“Jadi gini mas, kalau di aset milik pribadi itu harus seijin pemililk. Kalau pemiliknya tidak mengijinkan, ya itu hak mereka,” tutur Toyib.
Oleh karena itu, jikalau pemilik aset di Kota Malang merasa terganggu dengan pemasangan APK berupa stiker Caleg Pemilu 2024 yang tidak berizin tersebut, ia berhak melakukan apapun yang ingin ia lakukan termasuk mencabutnya.
“Jadi dari kita (KPU) itu memperbolehkan dipasang di aset pribadi, tapi dengan syarat harus ijin dan diijinkan oleh pemiliknya. Kalau di pengawasan itu tidak diperbolehkan dipasang tanpa seijin pemilik (aset),” terang Toyib.
Selanjutnya, andaikan hal itu menimbulkan konflik antara pemilik aset dan tim sukses atau peserta pemilu, hal itu sudah bukan ranah KPU. Artinya, permasalahan harus diselesaikan sendiri tanpa embel-embel Pemili. Singkatnya, perseteruan tersebut berubah menjadi konflik antar pemilik aset yang berupa alat peraga ilegal dengan pemilik aset berupa lokasi.
“Itu hubungan antara mereka dan yang punya hak di aset tersebut, jadi bukan wilayah kita untuk menuruti konfliknya. Tapi yang jelas, sekali lagi kita memberikan rambu-rambu. Fasilitas atau aset pribadi harus seijin pemilik,” tegasnya. (mg3/bob)