Ke Malang, Moeldoko Pasang Badan untuk Jokowi Soal Presiden Boleh Berpihak & Kampanye di Pilpres 2024

Kepala Staf Kepresidenan Republik Indonesia, Moeldoko saat ditemui di Masjid Karanglo, Kabupaten Malang (blok-a.com/ Putu Ayu Pratama S)
Kepala Staf Kepresidenan Republik Indonesia, Moeldoko saat ditemui di Masjid Karanglo, Kabupaten Malang (blok-a.com/ Putu Ayu Pratama S)

Kabupaten Malang, blok-a.com – Terjadi pro kontra terkait statemen Presiden Jokowi soal presiden boleh memihak dan kampanye dalam Pilpres 2024. Kini, Kepala Staf Kepresidenan Republik Indonesia, Moeldoko buka suara terkait hal itu.

Hal tersebut disampikan Moeldoko saat kunjungan ke Kabupaten Malang. Ia menegaskan, bahwa menurut Undang-undang Pemilu, presiden dan wakil presiden serta para pejabat publik memiliki hak untuk melakukan kampanye di Pilpres termasuk di tahun 2024 ini.

“Presiden juga sebagai figur yang memiliki jabatan politik, tentu hak-hak politiknya juga melakat. Itu diatur dalam undang-undang Pemilu, sangat jelas disebutkan di sana,” ujar Moeldoko saat ditemui usai Salat Jumat di Malang, pada Jumat (25/1/2025).

“Presiden dan Wakil Presiden, para menteri dan seluruh pejabat publik, itu bisa memiliki hak untuk melakukan kampanye. Itu secara undang-undang seperti itu,” lanjutnya.

Dijelaskan Moeldoko, pada Sumpah Presiden disebutkan bahwa presiden berkewajiban menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya. Hal tersebut direalisasikan dalam bentuk pelayanan terhadap masyarakat selaku kepala negara.

“Dalam konteks seadil-adilnya dan sebaik-baiknya itu presiden sebagai pejabat publik. Beliau sebagai presiden harus memberikan pelayanan seadil-adilnya. Tidak melihat siapa pun itu, dari partai manapun dia,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia juga menambahkan, bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Sehingga, standar yang diberlakukan juga harus berdasarkan dengan hukum. Yang artinya, segala sesuatu tidak dapat disangkut pautkan dengan standar perasaan.

“Kita ini kan negara hukum, negara demokrasi, pancerannya ya hukum. Jadi jangan kemana-mana, orientasinya, standardnya hukum. Jangan diukur standar perasaan, ya nggak ketemu. Oh rasanya nggak cocok dan seterusnya, jangan rasanya, kita ini negara hukum. Pancerannya, patokannya ya hukum,” ujarnya.

Yang perlu dicacat, lanjut Moeldoko, selagi presiden tidak menggunakan fasilitas negara maka hal tersebut masih diperbolehkan.

“Yang penting sepanjang satu, tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Kecuali pengamanan masih ada. Tetapi di situ juga disebutkan tetap menjalankan kewajiban sebagai pejabat publik dengan penuh rasa tanggung jawab dan sebaik-baiknya,” pungkasnya. (ptu/bob)