Kota Malang, blok-a.com – Jika hendak investasi saham saham, harap dipikir dulu. Jika tidak, akan terjadi seperti PT Nusa Capital Indonesia (NSI) yang menanam saham ke PT Graha Mapan Lestari sebagai pengembang mal di Kota Malang yakni Malang City Point (MCP).
Pemegang saham 49.740 itu harus kecewa. Sebab, perusahaan yang jadi tempat investasi saham itu sudah dinyatakan pailit, juga saat proses kepailitan itu ditemukan kejanggalan.
“Dalam proses kepailitan ada yang janggal,” kata Kuasa Hukum PT NCI, Imam Santoso, Selasa (28/11/2023).
Imam menjelaskan, kejanggalan itu adalah penolakan saat PT NCI mengajukan penagihan ke pengembang mal di Kota Malang sekaligus kurator itu pada 2021 lalu.
“Kita pernah mengajukan tagihan dalam proses verifikasi utang sebesar Rp 10 miliar. Di PKPU diakui, tapi dalam putusan pailit ditolak (oleh kurator dan PT GML),” ungkapnya.
Kejanggalan selanjutnya sejak dinyatakan pailit, pemegang saham mal di Kota Malang itu tidak diberikan informasi apapun.
Hal ini pun berakibat pemegang saham tidak tau nilai aset dari pengembang itu yakni mal, hotel, kondotel hingga apartemen.
Nilai aset itu sangat penting karena saat dinyatakan pailit aset itu bakal dilelang melalui KPKNL. Seharusnya nilai aset itu diketahui untuk menjadi rujukan minimal harga saat dilelang.
“Klien kami juga tidak diberitahukan berapa nilai limit atau nilai likuidasi asset yang dimiliki oleh PT GML,” ujarnya.
Akhirnya, nilai lelang yang kini sudah berlangsung empat kali tidak pernah mencapai nilai pasar dari appraiser yang mana nilainya adalah Rp 326.751.764.000. Bahkan nilai dari lelang empat kali itu juga tak lebih tinggi dari nilai likuidasi yakni Rp 228.726.934.000.
“Asset yang dimiliki PT GML pernah dinilai oleh Kantor Jasa Penilai Publik Mushofah Mono Igfirly dengan pasaran Rp 300 miliar lebih, tapi proses kepailitan sampai sekarang tidak pernah menyentuh angka itu dan sangat berpotensi merugikan,” kata dia.
Sekadar informasi, pelelangan asset pengembang mal ini sudah terjadi empat kali. Nilainya sejak lelang pertama yakni Rp 170 miliar terus menurun hingga lelang kedua yakni Rp 136 miliar dan naik sedikit di lelang ketiga Rp 144 miliar.
Sedangkan di lelang keempat nilainya turun signifikan Rp 86 miliar.
Nilai Rp 86 miliar dalam lelang itu bahkan tidak mencapai tagihan kreditur dalam proses kepailitan PT GML. Kreditur dalam proses kepailitan itu adalah PT Bank Tabungan Negara (BTN) dengan tagihan sebesar Rp 202 miliar yang terdaftar pada Perkara Nomor: 3/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Sby.
Hal ini pun dinilai juga merugikan negara sebesar Rp 116 miliar. Merugikan negara karena kreditur adalah BTN yang mana BUMN.
“Nilai lelang keempat ini Rp 86 miliar. Disini ada kejanggalan dalam menetapkan nilai aset. Dimana nilai tagihan yang bahkan untuk BTN saja tidak mencukupi, apalagi untuk klien kami,” kata dia.
Kejanggalan semakin kentara setelah PT GML diketahui sempat mengadakan pertemuan dengan sejumlah pemilik kondotel dan apartemen pasca kepailitan. Namun pemilik saham tidak diberitahui ada pertemuan itu.
Sehingga pemilik saham, lagi-lagi tidak memiliki informasi yang berhak mereka terima.
“Soal kepailitan ini klien kami tidak pernah diundang. Kita tidak tahu info penambahan penerbitan saham dan lainnya,” kata dia.
Untuk itu, dalam hal ini pihaknya mengajukan gugatan lain-lain melalui Pengadilan Niaga Surabaya. Dengan tergugat yakni PT GML, kurator yang saat ini berwenang atas operasional PT GML dan juga KPKNL.
“Tuntutannya agar lelang tersebut bisa dibatalkan dan ditutup serta harga penawaran (lelang) miniminal berdasarkan penilaian angka likuidasi dari akuntan publik. Yang digugat tim kurator, KPKNL dan PT GML,” pungkas Imam.