5 Tradisi Maulid Nabi di Jawa Timur: Merayakan Kelahiran Nabi dengan Kearifan

Blok-a.com - Maulid Nabi adalah perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad yang jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal dalam kalender Hijriyah.
Ilustrasi membaca Alquran saat Maulid Nabi Muhammad SAW (ist.)

Blok-a.comMaulid Nabi adalah perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad yang jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal dalam kalender Hijriyah.

Di berbagai daerah di Indonesia, khususnya di Jawa Timur, perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW diselenggarakan dengan berbagai tradisi yang sarat makna spiritual dan kebudayaan.

Jawa Timur sebagai salah satu pusat penyebaran Islam di Nusantara memiliki cara unik dalam merayakan Maulid Nabi.

Tidak hanya menjadi momentum peringatan religius, tetapi juga ajang silaturahmi, mempererat rasa kebersamaan, dan melestarikan budaya lokal. Di berbagai daerah di Jawa Timur, tradisi memperingati Maulid Nabi berbeda-beda, namun esensinya tetap sama merayakan keteladanan Nabi Muhammad dan menyebarkan ajaran kasih sayang. Berikut beberapa tradisi yang Masyarakat lakukan ketika peringatan Maulid Nabi:

  1. Grebeg Maulud

Grebeg Maulud adalah salah satu tradisi perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW yang meriah dan penuh makna di Jawa Timur. Kata Grebeg berasal dari bahasa Jawa yang berarti keramaian besar atau iring-iringan, sementara Maulud merujuk pada peringatan kelahiran Nabi Muhammad. Tradisi ini merupakan salah satu wujud penghormatan kepada Rasulullah.

Sebuah ritual yang melibatkan pembagian sesaji dan makanan kepada masyarakat. Tradisi ini biasanya diadakan di kota-kota besar seperti Surabaya, dan Malang. Grebeg Maulud sering kali diawali dengan kirab budaya, di mana masyarakat mengarak gunungan yang berisi hasil bumi sebagai simbol kemakmuran dan rasa syukur.

Dalam Grebeg Maulud, prosesi utama yang paling ditunggu-tunggu adalah arak-arakan gunungan. Gunungan adalah simbol hasil bumi yang disusun menyerupai gunung kecil, terbuat dari berbagai macam hasil pertanian seperti sayur, buah, dan makanan tradisional. Gunungan ini melambangkan kesuburan, keberkahan, dan rasa syukur atas rezeki yang diberikan oleh Allah.

Arak-arakan gunungan biasanya diiringi oleh musik tradisional gamelan serta kelompok pembawa bendera dan panji-panji Islami. Masyarakat berbaris di sepanjang jalan yang dilalui kirab untuk melihat iring-iringan dan menunggu saat gunungan akan dibagikan. Setelah prosesi selesai, gunungan tersebut diperebutkan oleh masyarakat. Mereka percaya bahwa mendapatkan bagian dari gunungan ini akan membawa berkah dan keberuntungan.

Grebeg Maulud di Jawa Timur menjadi salah satu wujud nyata bagaimana agama dan budaya dapat berpadu dalam sebuah tradisi. Dengan tetap mempertahankan kearifan lokal, tradisi ini terus dilestarikan sebagai simbol kecintaan masyarakat kepada Nabi Muhammad SAW. Serta sebagai sarana menjaga keharmonisan sosial dan spiritual dalam kehidupan bermasyarakat. Tradisi ini menjadi bagian penting dari warisan budaya Islam di Indonesia yang kaya akan nilai-nilai kebersamaan dan keberkahan.

  1. Kebon Maulid

Selain itu, di daerah Madura, terdapat tradisi yang disebut Kebon Maulid, yaitu perayaan Maulid dengan menggelar acara doa bersama dan pembacaan shalawat Nabi di kebun-kebun masyarakat. Kebon Maulid juga diisi dengan acara makan bersama atau kenduri yang menjadi lambang kebersamaan dan solidaritas sosial. Masyarakat saling berbagi makanan dan bersilaturahmi, memperkuat ikatan sosial dan gotong royong.

Dalam tradisi ini, kebun dipilih sebagai tempat utama karena memiliki makna simbolis sebagai sumber kehidupan dan rezeki. Masyarakat Madura percaya bahwa menyelenggarakan peringatan Maulid di kebun akan membawa keberkahan bagi hasil panen dan kehidupan sehari-hari. Selain itu, tradisi ini juga mencerminkan rasa kebersamaan yang kuat, di mana semua warga sekitar berkumpul untuk berdoa dan berbagi rezeki.

Kebon Maulid diawali dengan persiapan di kebun milik warga yang telah ditunjuk sebagai lokasi perayaan. Warga secara gotong royong membersihkan kebun, mendirikan tenda, dan menyiapkan makanan untuk kenduri. Pada hari pelaksanaan, masyarakat berkumpul di kebun, menggelar tikar, dan memulai prosesi dengan doa bersama serta pembacaan shalawat Nabi.

Tradisi Kebon Maulid tidak hanya memiliki dimensi spiritual. Tetapi juga sosial. Peringatan ini mengajarkan pentingnya menjaga hubungan baik dengan sesama manusia melalui berbagi dan gotong royong. Dalam konteks spiritual, Kebon Maulid mengajak masyarakat untuk selalu mengingat dan meneladani akhlak Nabi Muhammad yang penuh kasih sayang dan keadilan. Lantunan shalawat yang mengiringi perayaan ini juga menguatkan ikatan spiritual umat dengan Nabi, sebagai bentuk rasa cinta dan penghormatan.

  1. Mepe Kasur

Di Banyuwangi, Maulid Nabi disambut dengan tradisi Mepe Kasur, yang secara harfiah berarti menjemur kasur. Tradisi ini diawali dengan prosesi membersihkan rumah, kemudian warga menjemur kasur-kasur mereka di halaman rumah sebagai simbol penyucian diri dan kebersihan. Acara ini diakhiri dengan pembacaan Maulid Al-Barzanji dan shalawat bersama sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad.

Mepe Kasur memiliki makna simbolis yang mendalam bagi masyarakat Banyuwangi. Kasur yang digunakan untuk tidur dipandang sebagai elemen penting dalam kehidupan sehari-hari. Menjemurnya di luar rumah melambangkan pembersihan diri dan keluarga dari dosa serta energi negatif. Tradisi ini juga menggambarkan pentingnya menjaga kebersihan, baik secara fisik maupun spiritual. Dalam rangka menyambut kelahiran Nabi yang selalu mengajarkan kesucian hati dan kehidupan yang bersih.

Setelah prosesi penjemuran kasur selesai, masyarakat akan melanjutkan kegiatan dengan doa bersama di rumah atau masjid. Acara doa ini biasanya dipimpin oleh tokoh agama atau ulama setempat. Dilanjutkan dengan pembacaan Maulid Al-Barzanji dan shalawat Nabi. Melalui pembacaan ini, masyarakat diajak untuk merenungkan kehidupan Nabi Muhammad dan meneladani sifat-sifat mulianya.

  1. Endhog-Endhogan

Tradisi Endhog-Endhogan adalah perayaan Maulid Nabi yang unik di Banyuwangi. Dalam tradisi ini, telur-telur dihias dan diikat pada tangkai bambu, lalu dibagikan kepada anak-anak sebagai simbol kehidupan baru.

Acara ini diiringi dengan prosesi arak-arakan yang diikuti oleh masyarakat sekitar, sambil melantunkan shalawat dan doa. Telur dihias dengan warna-warna cerah dan dihiasi dengan bunga, melambangkan kehidupan, kesuburan, dan keberkahan. Selain itu, tradisi ini juga mengajarkan nilai berbagi dan kepedulian terhadap sesama.

Telur, sebagai simbol kehidupan dan kesuburan, memainkan peran sentral dalam tradisi Endhog-Endhogan. Di masyarakat Banyuwangi, telur dianggap sebagai lambang harapan akan kehidupan yang lebih baik dan keberkahan yang melimpah. Pembagian telur hias dalam acara ini juga melambangkan berbagi rezeki dan kebahagiaan. Sejalan dengan ajaran Nabi Muhammad yang selalu mendorong umatnya untuk peduli dan berbagi dengan sesama.

Selain itu, telur yang dihias warna-warni dan diikat pada bambu mencerminkan keragaman dan keindahan hidup dalam kebersamaan. Tradisi ini juga merupakan simbol rasa syukur atas kelahiran Nabi Muhammad, yang membawa cahaya dan petunjuk bagi umat manusia.

  1. Ziarah Sunan Giri

Di Gresik, perayaan Maulid Nabi diwarnai dengan Ziarah Sunan Giri. Ziarah ini merupakan bagian dari napak tilas jejak para Wali Songo yang turut menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Pada hari Maulid, ribuan umat Islam dari berbagai daerah datang untuk berdoa dan mengharapkan berkah di makam Sunan Giri. Ritual ini dipercaya membawa keberkahan dan keselamatan, serta menjadi momentum refleksi spiritual.

Selain itu, masyarakat Jawa Timur juga kerap menggelar acara pengajian akbar, di mana para ulama dan tokoh agama menyampaikan ceramah tentang kehidupan dan teladan Nabi Muhammad. Pengajian ini biasanya diadakan di masjid-masjid besar atau lapangan terbuka, yang diikuti oleh ribuan jamaah dari berbagai daerah. Pesan-pesan moral dan etika yang diajarkan Nabi menjadi tema utama dalam ceramah-ceramah tersebut.

Tidak hanya menjadi perayaan keagamaan, tradisi Maulid Nabi di Jawa Timur juga berfungsi sebagai ajang pelestarian budaya lokal. Dalam setiap perayaannya, unsur-unsur seni dan budaya seperti seni hadrah, marawis, dan pertunjukan wayang kulit Islami sering kali ditampilkan untuk menghibur dan mendidik masyarakat tentang nilai-nilai Islam.

Penulis: Tegar Putra Firmansyah

Kirim pesan
Butuh bantuan?
Hai, apa kabar?
Apa yang bisa kami bantu?